4.12.2005

Kopi yang Berkesan

Sahabat saya Hatta menuliskan dengan segar sebuah impresi tentang bencana yang melanda Aceh dan sekitarnya awal tahun ini.

Puisi tersebut tangkas berkisah soal seorang kawan dan kisah yang dibawanya dari kampung halaman.

Mulai fragmen kedua (paragraf ke-4), saya tersentuh..

Mus, ini 28 Desember.
Dimana kau saat ini,
ketika seharusnya kita menatap OHP diruang kuliah
d bangku belakang?

Mus aku gagap dan
rindu sekali sapaan Assalamualikum khas kau, tu?

Mus, maafkan kawan-kawan disini
yang masih sibuk dengan masa depan
dan cuma bisa menampung beberapa ratus ribu untuk di sumbang
Padahal kalian semua berkubang dengan getir
yang entah di aksara mana bisa ku setarakan padanan nya

Mus. Dimana kau?
Lekas pulang dan imami kami.
Musholla kampus rindu caramu mengaji..


Betapa dampak sebuah bencana bisa terasa dahsyat lewat hal-hal kecil dan romantik seperti itu.

Empati terhadap seorang kawan, penderitaan yang dialaminya, begitu nyata. Tanpa harus cengeng, tanpa harus berlarat-larat.

Begitulah sahabat saya, yang mengajarkan saya untuk berpuisi, Mohammad Hatta (yang tahun ini Insya Allah akan segera menutup masa lajangnya) mengungkapkan impresinya tentang sebuah bencana. Dalam dan menyentuh tanpa harus berderai-derai air mata.

Salut kawan!

0 Comments:

Post a Comment

<< Home